- Belum mantapnya system penyelengaraan termasuk system kelembagaan,
- Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan yang layak dan terjangkau,
- Menurunnya tingkat pemenuhan permukiman.
Dari segi kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan, masih banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan berbagai prasarana dan sarana pendukung, fasilitas sosial dan fasilitas umum. Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan. Dampak dari semakin terbatas atau menurunnya daya dukung lingkungan, diantaranya meningkatnya lingkungan permukiman kumuh pertahunnya sehingga pada saat ini luas lingkungan permukiman kumuh telah mencapai 47.500 ha yang tersebar tidak kurang dari 10.000 lokasi.
(Sugandhy, A dan R. Hakim. 2007)
Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Pembangunan di bidang yang berhubungan dengan tempat tinggal beserta sarana dan prasarananya memang perlu mendapatkan prioritas mengingat tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic need) manusia. Sudah selayaknya apabila untuk pembangunan perumahan dan permukiman itu pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang perumahan dan permukiman yang dimaksudkan untuk memberikan arahan (guide line) bagi pembangunan sektor perumahan dan permukiman.
Salah satu landasan yang digunakan oleh pemerintah yang digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan peran kelembagaan dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Undang-Undang ini menyebutkan bahwa perumahan berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, sedangkan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Apabila dilihat dari perkembangannya, proses pembangunan memang sangat dipengaruhi oleh adanya landasan pembangunan yang kuat, pelaku pembangunan, serta modal dasar pembangunan yang kuat pula, yaitu agama. Dalam lingkup pembangunan, masyarakat merupakan pelaku utama pembangunan tersebut. Mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang pembangunan adalah kewajiban pemerintah.
(Sasta, S dan E, Marlina. 2006)
Tantangan, Kendala, Dan Peluang Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Secara umum tantangan yang dihadapi dalam pengadaan dan pembangunan perumahan dan permukiman, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
- Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
- Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingakat golongan masyarakat.
- Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.
- Penyediaan pasarana dan saran perumahan dan permukiman yang serasi dan berkelanjutan.
- Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan efisien.
Hal mendasar yang memacu timbulnya berbagia tantangan dalam pembangunan perumahan dan permukiman seperti tersebut di atas adalah adanya fenomena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang disertai laju pertumbuhan ekonomi yamg signifikan yang mengakibatkan terus bertambahnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman.
Meskipun pembangunan perumahan dan permukiman yang layak sudah diarahkan agar terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah, akan tetapi sasaran ini masih belum dapat tercapai secara menyeluruh. Lambannya upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan dan permukiman yang sehat dan layak antara lian disebabkan oleh belum terciptanya iklim yang memadai serta terbatasnya kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan perumahan dan permukiman tersebut.
Proses penyediaan perumahan sebenarnya terdiri dari berbagai kegiatan, yaitu sebagai berikut:
- Kegiatan industri yang melibatkan tenaga kerja.
- Sumber daya alam.
- Berbagai macam usaha industri barang, jasa, dan keterampilan.
Adapun proses pembangunan perumahan dan permukiman biasanya meliputi kegiatan penyediaan prasarana dan sarana yang semuanya merupakan kegiatan besar serta membutuhkan keterpaduan antara pihak yang terkait.
(Sasta, S dan E, Marlina. 2006)
Kendala Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Pelaksanaan Pembangunan Perumahan Dan Permukiman tentu tidak lepas dari berbaga kendala, yang antara lain dapat berupa:
- Terbatasnya lahan yang tersedia
- Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat
- Terbatasnya informasi
- Terbatasnya kemampuan pemerintah daerah
(Sasta, S dan E, Marlina. 2006)
Peluang Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Disamping tan tangan dan kendala, ada juga peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan perumahan dan permkiman. Peluang itu adalah semakin meningkatnya pendapatan daerah, meningkatnya kemampuan dan kepedulian dunia usaha dan masyarakat, terkendalinya pertumbuhan penduduk, telah tersusunnya sejumlah rencana tata ruang baik di tingkat propinsi maupaun kabupaten bahkan tingkat kecamatan, perkembangan ilmu poengetahuan dan teknologi, serta mulai meningkatnya koordinasi dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
(Sasta, S dan E, Marlina. 2006)
Perumahan dan Permukiman Ditinjau dari Aspek Kesehatan
Ditinjau dari aspek kesehatan, maka perumahan dan permukiman harus mendapat perhatian karena :
1. Perumahan/permukiman dapat menimbulkan kemudahan untuk terjadinya penularan penyakit baik antar keluarga maupun anggota keluarga yang lain. Penularannya dapat berupa penularan langsung (penyakit kulit, mata, cacar dan lain-lain. Serta penyakit yang menular atau yang ditimbulkan karena makanan yang dimakan secara bersama (penyakit saluran pencernaan makanan, peracunan makanan dan lain-lain). Dan penyakit yang ditularkan oleh vektor, karena sanitasi rumah dan lingkungan yang tidak baik (pes, malaria, dan lain-lain)
2. Pencemaran lingkungan, misalnya oleh limbah rumah tangga, sampah, dsb
3. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan karena masalah lingkungan social, seperti stress, dsb.
(Sarudji, Didik. 2006)
Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti :
1. Infeksi saluran napas, contoh : TBC, influenza, campak, dsb.
2. Infeksi pada kulit, contoh : Skabies, impetigo, dan lepra.
3. Infeksi akibat infestasi tikus, contoh : pes dan leptospirosis
4. Arthropoda, contoh : infeksi saluran pencernaan dan dengue, malaria, dsb
5. Kecelakaan, contoh : terpeleset, patah tulang, dan geger ptak.
6. Mental, contoh : neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis dan ulkus peltikum.
(Chandra, Budiman. 2007)
GBHN dan Propenas Sektor Perumahan dan Permukiman
Dalam arahan GBHN dan Propenas dinyatakan bahwa perumahan dan permukman berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan tempat awal kehidupan. Terwujudnya kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermatabat, serta memberikan perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan papan sebagai salah satu kebutahan manusia. Di dalam Propenas, masalah perumahan dan permukiman, serta program pengembangan prasarana dan sarana.
Program-program tersebut utamanya ditujukan untuk memantapkan sistem hunian bagi masyarakat, serta untuk meningkatakan kulitas hidup masyarakat melalui peningkatan kualitas prasarana dan sarana permukiman, baik yang berada dikawasan perkotaan maupun pedesaan.
Kegiatan pokok dari program pengembangan prasarana dan sarana permukman meliputi:
1. Peningkatan kualitas pelayanan dan pengelolaan prasarana dan sarana permukiman meliputi air bersih, drainase, air limbah, persampahan, penaggulangan banjir, jalan lokal, terminal, pasar, sekolah perbaikan kampong, dan sebagainya,
2. Peningkatan kualitas operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana permukiman,
3. Peningkatan kerjasama publik swasta dan privatisasi sarana permukiman.
4. Revitalisasi kawasan strategis,
5. Pelestarian kawasan bersejarah dan kawasan tradisional,
6. Validasi dan penyusunan pedoman,
7. Standar keselamatan konstruksi dan penguatan lembaga pengawasan konstruksi dan keselamatan bangunan.
Agenda Global Perumahan dan Permukiman
Permasalahan perumahan dan permukiman sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari berbagai perkembangan dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, baim ditingkat lokal, nasional, regional maupun global.
Dalam rangka penanganan permukiman kumuh diperkotaan, khususnya sebagai dampak urbanisasi dari desa ke kota, telah dicanangkan pula Declaration on Cities Without Slums. Berdasarkan Plan Of Implementation dari World Summit Sustainable Development di Johanesburg awal September 2002, telah ditargetkan agar pada tahun 2015 sekitar 50% penduduk miskin di dunia tertentaskan dari kemiskinanya, termasuk dapat terpenuhi kebutuhan akan perumahan yang layak.
(Sugandhy, A dan R. Hakim. 2007)
Visi dan misi penyelenggaraan perumahan dan permukiman didasarkan pada kondisi yang diharapkan ideal secara realistis, dengan memperhatikan kondisi yang ada, potensi kapasitas yang ditumbuhkembangkan dan sistem nilai yang melandasi hakikat perumahan dan permukiman bago kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi serta dalam kerangka tujuan pembangunan berkelanjutan.
(Anonimous, 2000)
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu sektor yang strategis dalam upaya membangun manusia Indonesia yang seutuhnya. Perumahan dan permukiman strategis didalam mendukung terselenggaranya pendidkan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas generasi akan datang yang berjati diri. Karenanya, pada tempatnyalah pada visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mengusahakan dan mendorong terwujudnya kondisi setiap orang atau keluarga di Indonesia yang mampu bertanggung jawab didalam memenuhi kebutuhan perumahannya yang layak terjangkau dilingkungan permukiman ynag sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan, guna mendukung terwujudnya masyarakat dan lingkungan ynag berjati diri, mandiri dan produktif. Untuk selanjutnya, visi yang ditetapkan hingga 2020 didalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman :
“Setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang berjati diri, mandiri dan produktif ”.
Misi yang harus dijalankan dalam rangka mewujudkan visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman:
1. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan para pelaku kunci lainnya di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman
2. Mamfasilitasi dan mendorong terciptanya iklim yang kondusif didalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman
3. mengoptimalkan pandayagunaan sumber daya pendukung penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Dengan pernyataan misi tersebut jelas bahwa pemerintah harus berperan sebagai fasilitator dan pendorong dalam upaya pemberdayaan bagi berlangsungnya seluruh rangkaian proses penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
(Sugandhy, A dan R. Hakim. 2007)
Kajian Kebijakan Perumahan dan Permukiman
Rekomendasi akan perlunya penetapan prioritas kebijakan di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, secara ringkas dibagi dalam 4 isu strategis tang perlu secara ditindaklanjuti antara lain sebagai berikut:
1. Merumuskan agenda kebijakan dan mendorong BKP4N untuk lebih berperan sebagai lembaga pengambil keputusan, sekaligus berperan sebagai mengoordinasikan implementasi berbagai program perumahan dan permukiman. Persoalan utama yang dihadapi sektor perumahan dan permukiman di Indonesia adalah masih rendahnya kinerja sektor memenuhi kebutuhan yang ada. Untuk menangani masalah perumahan dan permukiman diusulkan untuk mendorong lembaga koordinasi lintas sektoral dibidang perumahan dan permukiman (BKP4N) sebagai lembaga yang permanen, yang mengambil keputusan- keputusan penting dalam mengarahkan fungsi-fungsi kebijakan perumahan dan permukiman. Adapun perlu dibentuk anggota kelompok dibawah BKP4N, yaitu anggota tetap dan anggota sementara seperti para spesialis dalam bidang tertentu dan dapat berasal dari lembaga pemerintah swasta amaupun LSM. Tugas kelompok kerja ini adalah mempersiapkan alternative keputusan kebijakan penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
2. Membuat kebijakan dan peraturan baru yang meningkatkan partisipasi sektor keuangan dalam pembiayaan perumahan dan mempelajari penyediaan lahan siap bangun.
3. Menyusun program-program bantuan perumahan yang bersifat komplementer terhadap kebijakan yang ada.
4. Merumuskan sistem pelaksanaan yang efektif untuk program-program bantuan perumahan nasional.
(Anonimous. 2006)
Fokus Strategi Kebijakan yang Perlu Dikembangkan
Dengan mengacu urgensi pembangunan perumahan dan permukiman, masalah penyediaan perumahan dan permukiman bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, sesungguhnya perlu menjadi prioritas dalam kebijakan perumahan dan permukiman nasional. Hal ini dikarenakan kebutuhan perumahan yang mendesak pada saat ini lebih dirasakan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Diperlukan upaya melalui strategi kebijakan yang terfokus dan menyeluruh untuk menangani persoalan penyedoaan perumahan dan permukiman yang rseponsif dan berkelanjutan.
Pertama, melembagakan sistem penyelenggaraan yang transparan yang partisipatif dengan mengedepankan strategi pemberdayaan. Kebijakan ini didasarkan pada hakikat pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman adalah merupakan tanggung jawab masyarakat pada umunya.
Sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU No.4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, setiap warga Negara mempunyai keawjiban dan tanggung jawab untuk berperan serta didalam pembangunan perumahan dan permukiman, dan pada pasal 29 juga dinyatakan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya berperan serta di dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Permasalahannya adalah belum didayagunakannya potensi masyarakat secara optimal, termasuk dunia usaha tersebut. Pengembangan kelembagaan diarahkan sehingga dapat menurunkan biaya produksi ramah, seperti melalui pancapaian perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan, prasarana dan sarana dasar permukiman yang efektif dan afisien., pengembangan dan mendorong ketersediaan bahan-bahan dasar bangunan yang diproduksi daerah secara terjangkau, serta peningkatan kapasitas local didalam menhasilkan bahan bangunan dan teknologi konstruksi yang sehat dan ramah lingkungan.
Kedua, mamantapkan system pembiayaan dan peningkatan kualitas pasar perumahan termasuk pemupukan dana jangka panjang untuk perumahan dan permukiman. Pada saat ini kita masih menghadapi belum efisiennya pasar primer, yang menyebabkan harga rumah yang masih belum secara mudah dijangkau oleh masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Kondisi ini perlu ditekan dengan berbagai peningkatan efektivita system pembiayaan perumahan dan penyempurnaan mekanisme pembiayaan perumahan. Oleh karenanya, diperlukan peningkatan mobilisasi pembangunan dan pengembangan akses kredit pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk peningkatan kemudahan mekanisme sistem kredit dibidang pembiayaan perumahan.
Ketiga, mengembangkan syitem bantuan perumahan dan permukiman sebagai insentif bagi pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat yang responsif terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman. Perumahan dan permukiman merupakan persoalan strategis dan masih belum mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Karenanya, untuk memacu laju pembangunan perumahan dan permukiman, perlu dikembangkan sistem intensif, yang diharapkan mampu mendorong berbagai pelaku pembangunan, baik lembaga formal maupun informal untuk terlibat secara aktif. Upaya yang dikmebangkan antara lain melalui pengembangan program bantuan perumahan bagi para pelaku pembangunan yang responsive didalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Keempat, meningkatkan pelayanan dan pasokan kecukupan kebutuhan lahan untuk perumahan dan permukiman. Beberapa upaya yang ada pada saat ini terus didorong adalah melalui pengembangan wawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba) di daerah termasuk Lisiba sendiri (Lisiba BS). Kasiba/Lisiba ini disusun berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah.
Kasiba dan Lisiba tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar secara terencana sebagai bagian dari kawasan, khususnya diperkotaan, mulai dari kegiatan seperti penyediaan tanah siap bangun dan kaveling tanah matang, serta penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, termasuk utilitas umum, secara terpadu dan efisien dan pelembagaan manajemen kawasan yang efektif. Penyelenggaraan Kasiba Lisiba dengan manajemen usaha yang efektif diharapkan akan mampu berfungsi sebagai instrument untuk mengendalikan tumbuhnya lingkungan perumahan dan permukiman tang tidak teratur dan cenderung kumuh melalui peremajaan kawasan perkotaan.
Kelima, mengembangkan inovasi dan pendayagunaan teknologi material bahan bangunan, sistem konstruksi perumahan layak dan terjangkau, serta pelestarian arsitektur perumahan yang berbasis pada kondisi local dalam rangka memperkuat jati diri bangsa. Penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat ekonmi lemah tidak terlepas dari dukungan ketersediaan teknologi konstruksi termasuk material bangunan untuk perumahan.
Upaya inovatif perlu dikembangkan dalam rangka mendukung aspek keterjangkuan masyarakat umum terhadap system penyediaan perumahan dan permukiman yang ada. Disamping itu, kagiatan yang bersifat inovatif untuk memenuhi hakikat perumahan dan permukiman dalam rangka perwujudan lingkungan yang serasi dan berkelanjutan yang mampu mengatur keseimbangan aspek social, ekonomi dan lingkungan sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat yang akan memperkuat jati diri bangsa, termasuk dalam mendukung terwujudnya keseimbangan hubungan antar daerah.
Keenam, mengembangkan system informasi dan jarring komunikasi yang efektif yang dapat diakses secara mudah, khususnya oleh masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
(Sugandhy, A dan R. Hakim. 2007)
Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman
Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman tahun 2002 dirumuskan atas dasar berbagai pertimbangan dari kondisi lingkungan strategis yang ada pada saat inidan kecenderungan perkembangan kedepan (2020). Rumusan kebijakan dan strategi tersebut bersifat sangat struktural sehingga secara nasional diharapkan dapat berlaku dalam rentang waktu yang cukup dan mengakomodasi berbagai ragam kontekstual masimg-msing daerah dan dapat memudahkan penjabaran yang sistemis pada tingkat yang lebih operasional oleh para pelaku pembangunan dibidang perumahan dan permukiman.
Kebijakan nasional yang dirumuskan terdiri atas 3 struktur pokok :
1). Melembagakan system penyelenggaraan sistem perumahan dan permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama, melalui strategi pengembangan peraturan perundang-undangan dan pemantapan kelembagaan dibidang perumahan dan permukiman, serta memfasilitasi pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman yang trnsparan dan partisipatif.
2.) Mewujudkan kebutuhan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, melalui pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau, dengan menitiberatkan pada masyarakat miskin dan berkemampuan rendah.
3.) Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung mendukung pengembangan jati diri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat melalui perwujudan kondisi lingkungan permukiman yang responrif dan berkelanjutan.
Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman merupakan arahan dasar yang masih harus dijabatkan secara operasional oleh berbagai pihak yang berkepentingan dibidang penyelenggaraan perumahan dan permukiman sehinggga nantinya visi yang diharapakan dapat tercapai. Produk dari implementasi penjabaran kebijakan dan strategi nasional juga dicerminkan melalui penyiapan Propeda, RP4D (Rencana Pengembangan dan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah), dan Repetada ditingkat daerah.
(Anonimous. 2008)
Berkaitan dengan langkah-langkah pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pelaksanaan pembangunan, terdapat beberapa program yang berkaitan dengan hal tersebut, diantaranya :
a. penduduk dan pemukiman manusia serta pengelolaan lingkungan hidup
b. pertanian dan pengelolaan lingkungan hidup
c. pertambangan industri dan pengelolaan lingkungan hidup
d. pendayagunaan kekayaan laut
e. kegiatan-kegiatan penunjang dalam pengelolaan lingkungan hidup
( Sugandhy, A dan R. Hakim. 2007 )
Apa yang Kurang dari Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman??
Pada saat ini, kebutuhan akan perumahan sebanyak kurang lebih 7 juta dan bakal meningkat seiring dengan bertambahnya rumah tangga baru. Pembangunan rumah tak mampu memenuhi kebutuhan tersebut, apalagi pengembang swasta lebih mengutamakan real estate dan apartemen yang sulit dijangkau kaum miskin. tak mengherankan bila kemudian di perkotaan tumbuh pemukiman dan perumahan yang tak layak huni atau perumahan kumuh.
Perumahan kumuh ditemukan di hampir semua wilayah perkotaan di indonesia. Tidak ditemukan data akurat mengenai jumlah lingkungan permukiman kumuh di seluruh indonesia. namun hampir di seluruh wilayah perkotaan di Indonesia memiliki sangat banyak kantong wilayah permukiman kumuh. Mereka merupakan kelompok termiskin yang tidak pernah diperhitungkan dalam data statistik di indonesia. mereka tidak memperoleh akses pendidikan, sangat rentan terhadap berbagai masalah kesehatan, dan senantiasa terancam penggusuran oleh proyek-proyek investasi. Hal ini disebabkan oleh stigma yang dilekatkan pada masyarakat: pemukiman kumuh sebagai penduduk ilegal atau penduduk liar, sehingga pemerintah daerah merasa tidak berkewajiban untuk mengurus upaya perbaikan lingkungan permukiman kumuh ini. Pemerintah daerah justru melakukan pembersihan melalui berbagai bentuk penggusuran, dengan alasan mengganggu dan merusak keindahan kota atau lahan akan dibangun untuk kepentingan lain.pemerintah memang telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk membangun perumahan rakyat. Namun berbagai persyaratan untuk dapat mengakses bantuan perumahan tersebut tetap tidak terjangkau oleh kelompok yang paling miskin ini.
Pertama, permasalahan sulitnya memperoleh KTP. Tanpa KTP, masyarakat tidak akan dapat mengajukan bantuan pengadaan atau perbaikan perumahan. Kedua, bantuan untuk memperoleh kredit mikro perumahan mensyarakatkan adanya jaminan (berupa barang atau surat berharga) sementara masyarakat miskin tidak memiliki harta yang dapat dipergunakan sebagai jaminan. Ketiga, diterima atau tidaknya pengajuan kredit selalu didasarkan pada tingkat penghasilan dan kestabilan kerja. masyarakat yang miskin, yang memiliki pendapatan sangat rendah dan bekerja tidak tetap, diragukan kemampuannya untuk membayar cicilan kredit sehingga pengajuan mereka seringkali ditolak. Dengan demikian, kebijakan pemerintah terkait dengan upaya perbaikan permukiman kumuh belum sepenuhnya merupakan penyelesaian masalah bagi perbaikan pemukiman kumuh tersebut.
Di bidang persewaan, pemerintah sama sekali tak menyentuhnya. Bidang ini kebanyakan diusahakan oleh perorangan dan amat terbatas sekali dilakukan oleh swasta. Akibatnya, informasi atau data mengenai hal ini sulit sekali diperoleh. Padahal, bidang ini amat besar peluangnya dalam mengurangi kantong (enclave) pemukiman kumuh.
(Anonimous. 2008)
Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Penyehatan Lingkungan Permukiman
Penyediaan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan permukiman (PS PLP) yang mencakup air limbah, persampahan, dan drainase merupakan salah satu prioritas dari Pemerintah Indonesia dalam menciptakan lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni. PS PLP sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Namun di sisi lain, ada keterbatasan pendanaan bagi pengembangan PS-PLP ini. Hal inilah menjadi salah satu penyebab, mengapa akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana sanitasi saat ini masih rendah. Demikian diungkapkan oleh Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP-SPAM) Rachmat Karnadi pada acara pembukaan Sosialisasi Peraturan Persiden (Perpres) RI No.67/2005 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta (BUS) dalam penyediaan infrastruktur PLP dan Diseminasi pedoman kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta (KPS) dalam penyediaan dan pengelolaan infrastruktur PLP di Batam, kamis (11/5).
Menurut Rachmat Karnadi mengatakan, ada beberapa parameter yang menunjukkan kinerja pelayanan penyehatan lingkungan permukiman saat ini masih rendah. Antara lain :
(i) Tingginya angka sakit dan kematian yang disebabkan waterborne diseases;
(ii) Cakupan akses pelayanan persampahan dan air limbah yang masih sangat kecil;
(iii) Masih banyaknya keluhan masyarakat mengenai kebersihan perkotaan karena lemahnya penanganan dan pengelolaan sampah;
(iv) Banjir yang masih terus terjadi sebagai akibat tidak adanya pelayanan drainase yang memadai serta banyaknya sampah yang ada dalam saluran drainase;
(v) Banyaknya rumah-rumah liar yang mengganggu kualitas lingkungan perkotaan; serta
(vi) Lemahnya kualitas institusi/ lembaga pengelola PS PLP.
Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan air limbah, persampahan dan drainase permukiman adalah bagaimana melakukan penanganan secara lebih baik, sehingga diperoleh:
(1) Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan air limbah, persampahan, dan drainase yang dapat mengiringi peningkatan pertumbuhan penduduk yang pesat terutama di daerah perkotaan;
(2) Penurunan angka sakit dan kematian yang disebabkan oleh waterborne diseases terutama pada bayi dan anak-anak; (3) Pemenuhan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) oleh pemerintah, yaitu : untuk dapat melayani separuh dari populasi penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi (air limbah dan sampah) sampai tahun 2015 secara bertahap; (4) Terciptanya lingkungan hidup yang bersih, sehat, nyaman, dan layak huni.
Untuk menghadapi tantangan ini diperlukan Kebijakan Pemerintah sebagai terobosan, yaitu dengan melibatkan peran serta masyarakat, lembaga masyarakat dan pihak swasta. Untuk mendukung kebijakan, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan serta persamaan persepsi tentang mekanisme kerjasama pemerintah-swasta. Dengan demikian semua stakeholder yang terkait dengan penanganan PS PLP, baik pihak pemerintah maupun pihak swasta yang beminat dapat melihat adanya peluang kerjasama ini sebagai peluang investasi.
Lebih lanjut, Rahmat Karnadi menegaskan bahwa ketentuan mengenai kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta telah diatur dalam Perpres No.67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan badan usaha swasta. Selain itu juga telah diatur dalam UU no 7 tahun 2004 tentang SDA dan PP No.16 tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM). Dengan adanya Perpres No.67 tahun 2005 ini diharapkan segala mekanisme dan hal-hal yang terkait dalam kerjasama antara pemerintah (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) dengan pihak swasta dapat terfasilitasi dengan baik.
Untuk meningkatkan peran aktif stakeholder dalam investasi PS PLP, maka secara kontinyu akan dilaksanakan Sosialisasi Perpres No.67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan badan usaha swasta (BUS) ini. Pelaksanaan Sosialisasi dan Diseminasi yang dilaksanakan di Batam ini bertujuan untuk memberi penjelasan secara mendalam pada semua aparat pemerintah baik di Pusat maupun Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD dan Dinas-Dinas terkait dalam mempersiapkan dan menjaring badan usaha swasta dalam penyediaan, penyelenggaraan dan atau pengelolaan air minum dan sanitasi di daerahnya.
Share Bisnis Investasi Online :