janganlah pernah puas dengan apa yang kamu capai, karena dibalik kepuasanmu itu masih banyak kebutuhan yang belum anda penuhi...!!!
01 Maret, 2010
Contoh pidato Bahaya Narkoba.
Masalah Otonomisasi dan Pancasila
Otonomisasi dan Pancasila
Dalam upaya bangsa
Ketika gelombang gerakan reformasi melanda
Bergulirnya reformasi di tanah air pada tahun 1998 telah mendorong dipercepatnya upaya revisi terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Setelah melalui pengkajian pada berbagai lembaga akademis, penelitian, profesi, dan terakhir melalui pembahasan alot oleh pemerintah dan legislatif maka lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang ini mengangkat ide desentralisasi pemerintahan dengan memberikan otonomi daerah yang luas dan utuh pada daerah otonomi kabupaten dan
Sejalan dengan semangat otonomi daerah tersebut diperlukan dukungan seluruh elemen bagi implementasi-nya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kesediaan, keseriusan dan kerelaan untuk menyerahkan kewenangan yang dikuasainya selama ini kepada daerah, kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola kewenangan yang dimiliki, dan dukungan seluruh lapisan masyarakat sangat menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah ini.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah tersebut pada tanggal 30 Mei 2000 di Jakarta para bupati seluruh Indonesia sepakat untuk mendeklarasikan pembentukan suatu wadah kerjasama antar pemerintah kabupaten seluruh Indonesia. Wadah ini dinamakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
A. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
Otonomi daerah merupakan sebuah agenda nasional yang sangat strategis dalam rangka memelihara identitas, persatuan dan kesatuan bangsa guna mewujudkan tujuan nasional. Keberhasilan dalam melaksanakan otonomi daerah akan sangat menentukan perjalanan bangsa dan negara dimasa mendatang. Pembentukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) merupakan upaya menyediakan wadah kerjasama bagi pemerintah kabupaten dalam mendukung berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah.
Sebagai upaya memantapkan keberadaan dan peranan APKASI dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, maka pada tanggal 3-4 Agustus 2000 yang lalu telah diselenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) I Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Pada Munas I ini telah dihasilkan beberapa keputusan di antaranya Konstitusi, Struktur Organisasi, dan Program Kerja APKASI.
APKASI sebagai asosiasi yang bersifat independen mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan daerah sebagai pencerminan kebhinnekaan dengan tetap berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
* Memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
* Menciptakan iklim kondusif dalam penyelenggaraan kerjasama antar kabupaten dalam upaya mewujudkan kepentingan kabupaten.
* Memanfaatkan peluang nasional, regional dan global guna kepentingan kabupaten.
Dalam melaksanakan misi tersebut APKASI bertujuan menciptakan iklm yang kondusif terhadap pelaksanaan kerjasama antar pemerintah kabupaten untuk memanfaatkan peluang nasional, regional dan global guna kepentingan kabupaten dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang dasar 1945.
Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan APKASI maka dibentuk struktur organisasi APKASI yang terdiri dari :
* Rapat Umum Anggota,
* Dewan Pengurus Asosiasi,
* Direktur Eksekutif,
* Komisi Teknis,
* Sekretariat Asosiasi.
Melalui struktur organisasi ini digerakkan roda organisasi dan kegiatan asosiasi dalam rangka mendukung penyelenggaraan otonomi daerah.
B. Pembangunan dan Bisnis Daerah
Pembangunan dan dunia usaha daerah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan mempunyai jalinan yang sangat erat. Pelaksanaan pembangunan akan mendukung dan memberikan kesempatan dunia usaha untuk tumbuh dan berkembang. Sedangkan pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Pelaksanaan pembangunan di daerah selama ini lebih bersifat sentralistik dimana hampir semua program pembangunan direncanakan dan disusun secara terpusat dari
Perencanaan dan pengambilan kebijakan pembangunan yang sentralistik tersebut disatu pihak sebenarnya mempunyai keuntungan, seperti pelaksanaan pembangunan setiap sektor dilakukan secara merata di seluruh daerah. Kebijakan ini memberikan kesempatan kepada seluruh daerah untuk memperoleh produk pembangunan yang sama. Pembangunan sekolah dasar misalnya, melalui sentralisasi kebijakan program pembangunan ini dimungkinkan seluruh desa memiliki sekolah dasar.
Namun di sisi lain hal ini justru membawa dampak negatif bagi daerah, seperti hilangnya kreatifitas daerah, tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan tidak terlaksananya prioritas pembangunan sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah. Misalnya dengan kebijakan pembangunan sekolah dasar Inpres pada setiap desa, banyak sekolah dasar di daerah luar Jawa yang kekurangan murid sehingga gedung sekolahnya menjadi mubazir.
Pengembangan dunia usaha di daerah selama ini juga masih berjalan lambat dan boleh dikatakn sulit berkembang. Berbagai kebijakan pusat bahkan kurang menguntungkan bagi pengembangan dunia usaha dari golongan ekonomi lemah yang umumnya berada di daerah. Berbagai fasilitas kredit, keringanan pajak dan sebagainya lebih menguntungkan kalangan pengusaha konglomerat.
Kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengembangkan dunia usaha juga sangat terbatas. Hal ini terlihat dengan banyaknya kebijakan dan regulasi yang berada di tangan pusat. Berbagai perizinan masih diputuskan dari
C. Peranan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang luas dan utuh pada kabupaten dan
Dengan kewenangan yang dimiliki ini daerah dapat mengembangkan kreativitasnya dalam menggali dan mengelola potensi yang dimiliki daerah untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi perkembangan pembangunan daerah. Pembangunan daerah ini juga meliputi pembangunan terhadap dunia usaha. Sehingga dengan kewenangan untuk merencanakan dan mengelola pelaksanaan pembangunan tersebut pemerintah daerah sekaligus dapat mengembangkan dunia usaha didaerah.
Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) sebagai wadah kerjasama pemerintah kabupaten di seluruh
Prioritas agenda program kerja APKASI dititik-beratkan pada upaya-upaya untuk mendukung suksesnya penyelenggaraan Otonomi Daerah di seluruh kabupaten; mampu memberikan alternatif solusi permasalahan yang dihadapi pemerintah kabupaten dan mampu memfasilitasi pemerintah kabupaten. APKASI berupaya memfasilitasi kerjasama antar kabupaten, antara kabupaten dengan
Agenda program kerja APKASI (2000-2004) bidang pembangunan antara meliputi :
* Membuat peta potensi kabupaten berdasarkan hasil studi lapangan.
* Mengidentfikasi potensi kabupaten yang dapat dikerja-samakan antar kabupaten, antara kabupaten dengan
* Terbangunnya sistem jaringan informasi peta potensi kabupaten dan informasi antar kabupaten.
Sedangkan program kerja bidang ekonomi meliputi :
* Menyelenggarakan program kerjasama pemberdayaan masyarakat dalam upaya meingkatkan kualitas kehidupan masyarakat di semua aspek kehidupan guna meningkatkan kemampuan profesional masyarakat sesuai bidang pekerjaannya.
* Melakukan kajian dalam upaya menekan jumlah pengangguran, masyarakat miskin dan putus sekolah serta upaya untuk mencari jalan keluar dalam menghadapi konflik horizontal dan vertikal.
* Memfasilitasi pemberdayaan petani dan pemberdayaan pesisir pantai dan kelautan.
Dari program kerja APKASI (2000-2004) yang telah ditetapkan melalui Munas I tahun 2000 tersebut terlihat keinginan kuat dari APKASI untuk berperan aktif mendukung penyelenggaraan otonomi daerah. Pengembangan pembangunan dan dunia usaha daerah merupakan salah satu aspek dari penyelenggaraan otonomi daerah tersebut.
Melakukan kajian dan penelitian serta pengembangan peta potensi daerah serta memfasilitasi kerjasama bagi pemerintah kabupaten merupakan wujud dari peranan APKASI dalam mendukung perkembangan pembangunan. Sedangkan untuk mengembangkan dunia usaha daerah disamping memfasilitasi kerjasama bagi kabupaten juga diupayakan untuk melakukan promosi investasi dan misi dagang kabupaten ke luar negeri dengan memanfaatkan fasilitas KBRI di seluruh dunia.
Dengan tersusunnya peta potensi daerah akan dapat diketahui kekuatan yang dapat dikembangkan dan “dijual” oleh daerah serta juga dapat diketahui kebutuhan, kekurangan dan kelemahan yang harus dipenuhi atau diatasi daerah. Hal ini sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan daerah.
Sedangkan melalui kerjasama daerah dapat mengatasi segala kekurangannya bagi segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dengan kerjasama dengan daerah tetangga dapat dikembangkan berbagai program dan proyek pembangunan yang lebih efektif dan efisien. Sedangkan kerjasama dengan pihak ketiga dan lembaga/badan bantuan internasional daerah dapat mengatasi kekurangan dari segi permodalan maupun untuk transfer teknologi.
APKASI sebagai wadah kerjasama pemerintah kabupaten juga berupaya memediasi penyelesaian perselisihan antar pemerintah kabupaten, antara kabupaten dengan
Sedangkan satu hal penting lainnya peran APKASI adalah memberikan masukan dan pertimbangan secara proaktif kepada pemerintah terhadap semua kebijakan pemerintah atau pihak lain yang menyangkut kepentingan daerah. Peran ini akan memberikan dan meningkatkan bargaining position daerah terhadap pemerintah/pusat.
Walaupun masih melakukan penataan organisasi termasuk administrasi dan manajemen asosiai serta penyediaan sarana dan prasaran, APKASI secara bertahap telah memulai berbagai kegiatan merealisasikan program kerja yang telah disusun. Diharapkan ke depan peran aktif dan nyata dari APKASI dalam mendukung perkembangan pembangunan dan dunia usaha di daerah akan dapat dirasakan oleh seluruh kabupaten di Indonesia. Keberhasilan dalam pengembangan pembangunan dan dunia usaha merupakan salah aspek dari aspek keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah. Semoga upaya-upaya yang dilakukan APKASI mendapat dukungan dan mempunyai arti bagi seluruh daerah.
D. Otonomi Daerah Saat Ini
Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk menatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah. sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :
1. Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung jawab.
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif.
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang perlu segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut.
Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang baru berjalan memasuki bulan kesepuluh bulan ini, berbagai permasalahan yang timbul tersebut seharusnya dapat dimaklumi karena masih dalam proses transisi. Timbulnya berbagai permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan karena terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi kebijakan Otonomi Daerah tersebut. Jadi bukan pada tempatnya jika kita langsung mengkambinghitamkan bahkan memvonis bahwa UU 22/1999 tersebut keliru.
E. Otonomi Daerah dan Prospeknya di Masa Mendatang
Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU 22/1999 merupakan salah satu kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang pernah ada di Republik ini. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.
Jika kita memperhatikan prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan Otonomi Daerah dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Masalah Otonomisasi dan Pancasila
Share Iklan Bisnis Investasi Online :
Perjuangan Bangsa Indonesia dalam sejarah
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh "Manusia Jawa" pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
A. Era pra colonial
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
a. Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman prasejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga yang merupakan raja pertama kerajaan kutai. Masyarakat kutai yang membuka jaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri serta sedekah para Brahmana.
Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini tampak dalam kerajaan yang muncul kemudian di jawa dan Sumatra. Dalam zaman kuno (400 -1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan wilayah yang meliputi hamper separoh Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.
b. Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Sriwijaya, dibawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedukan Bukit di kaki Bukit Siguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683 M., dalam bahasa melayu kuno dan huruf Pallawa. Kerajaan ini sangat mengandalkan kekuatan maritimnya atau kekuatan pasukan laut, disebelah barat dikuasainya seperti selat sunda (686), kemudian selat Malaka (775).
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya Negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui 3 tahap yaitu : pertama, zaman Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra (600-1400), yang berciririkan kedatuan. Kedua, Negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan Negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga negara kebangsaan modern yaitu Negara Indonesia merdeka (sekarang Negara Proklamasi 17 agustus 1945).
B. Kerajaan Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai Nasionalisme, telah muncul kerajaan di jawa Tengah dan jawa Timur secara silih berganti. Kerjaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun candi kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah Wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX) refleksi puncak budaya dari Jawa Tengah dalam Periode kerajaan Tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (Candi agama Hindu pada abad ke X).
Selain kerajaan di Jawa Tengah, di Jawa Timur muncul kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X), demikian juga kerajaan Airlangga (pada abad ke XI) serta pada abad ke XIII berdirinya kerajaan Singasari di Kediri.
Kerajaan Majapahit muncul pada tahun 1293 yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang terkenal dengan “Sumpah Palapanya” dan Gajah Mada dibantu laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari semenanjung melayu sampai barat melalui Kalimantan utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang kitab Sutasoma dan didalam buku itulah kita jumpai “Bhineka Tunggal Ika” yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan berbeda . Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah satu bawahan kekuasaannya yaitu Pasai justru telah memeluk agama islam.
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan islam yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan Beretika (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Referensi :
1. Kaelan H, Prof., Dr., M.S. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta; Paradigma.